Nama : Febiola Victorya Novayanti
NPM : 22211765
Kelas : 2EB12
Hukum Dagang di Indonesia
Artikel mengenai hukum dagang di Indonesia ini merupakan kelanjutan dari artikel yang telah kami buat
sebelumnya yang berjudul Sejarah Hukum Dagang. Melalui artikel ini kami
bermaksud memberikan sedikit penjelasan mengenai sejarah hukum dagang di Indonesia dan perkembangannya serta kesulitan pada masa awal berlakunya hukum
dagang di Indonesia.
Masuknya Hukum Dagang di Indonesia
Kodifikasi hukum prancis pada tahun 1807 dinyatakan berlaku di
Netherlands sampai pada tahun 1838. Dalam perkembangannya, Pemerintah
Netherlands ternyata menginginkan adanya hukum dagang sendiri. Dalam usul KUHD Belanda
dari tahun 1819 direncanakan sebuah KUHD yang terdiri atas 3 kitab, akan tetapi
di dalamnya tidak lagi mengakui pengadilan istimewa yang menyelesaikan
perkara-perkara yang timbul di bidang perdagangan, akan tetapi perkara
perdagangan diselesaikan melalui pengadilan biasa.
Usul KUHD Belanda iniliah yang dijadikan sebagai KUHD Belanda
pada tahun 1838. Akhirnya berdasarkan asas konkordansi, maka KUHD Netherlands
1838 ini kemudian menjadi contoh bagi pembuatan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
di Indonesia pada tahun 1848.
Pada akhir abad 19, Prof. Mollengraaff merencanakan suatu
undang-undang kepailitan yang akan menggantikan buku IIII KUHD Netherlands.
Rancangan Mollengraaff ini kemudian berhasil dijadikan undang-undang kepailitan
tahun 1893 dan berlaku pada tahun 1896.
Berdasarkan asas konkordansi pula sehinga perubahan tersebut
juga diadakan di Indonesia pada tahun 1906. Pada tahun 1906 itulah kitab III
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang di Indonesia diganti dengan peraturan kepailitan yang berdiri sendiri.
Sehingga semenjak tahun 1906 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang di Indonesia hanya terdiri atas dua kitab saja, yakni Kitab I yang berjudul
tentang Dagang Umumnya dan Kitab II yang berjudul tentang Hak-hak dan Kewajiban
yang Terbit dari Pelayaran.
Perubahan Hukum Dagang di Indonesia
Ada yang berpendapat bahwa penggunaan istilah hukum dagang sudah
tidak tepat lagi. Pendapat ini didasarkan pada Wet (Undang-Undang Belanda)
tanggal 12 Juli 1934 yang menghapuskan seluruh Bab I dari Kitab I KUHD Pasal 2
sampai Pasal 5 mengenai pedagang dan perbuatan dagang dan menggantikannya
dengan istilah perusahaan dan perbuatan perusahaan. Dengan demikian akan lebih
tepat bila menggunakan istilah hukum perusahaan.
Seperti yang pernah kami urai dalam artikel sebelumnya bahwa
dahulu ada pendapat yang menyatakan bahwa hukum dagang adalah hukum pedagang.
Pendapat tersebut terlaksana dalam pasal 2 (lama) KUHD yang menyatakan bahwa
pedagang-pedagang adalah mereka yang menjalankan perbuatan-perbuatan dagang
sebagai pekerjaannya sehari-hari.
Dalam pasal 2 (lama) dikemukakan bahwa perbuatan-perbuatan
dagang ialah pada umumnya perbuatan-perbuatan mengenai pembelian barang-barang
untuk dijual lagi, baik secara besar-besaran maupun secara kecil-kecilan, baik
secara mentah atau kasar maupun setelah dikerjakan ataupun hanya untuk
disewakan pemakaiannya saja.
Dalam pasal 4 (lama) pengertian perbuatan dagang tersebut
diperluas dan pasal 5 (lama) mengatur tentang kewajiban-kewajiban yang timbul
karena kerusakan kapal dan lain sebagainya. Adapun maksud pembuat undang-undang
adalah bahwa pasal 2 sampai dengan pasal 5 (lama) dari KUHD itu merupakan
perincian yang lengkap (unsur kodifikasi), sehingga tidak ada lagi lain-lain
perbuatan dagang dan perikatan dagang di luar pasal-pasal tersebut.
Namun pengaturan tersebut telah menimbulkan kesulitan pada waktu
itu, antara lain:
1. Perdagangan dalam hal barang-barang tetap yang banyak
terjadi dalam masyarakat tidak dimasukkan dalam pengertian perdagangan menurut
pasal tersebut dalam KUHD;
2. Sangat sukar menentukan apakah suatu perbuatan termasuk
perbuatan dagang menurut perumusan KUHD atau tidak dan menentukan apakah
seseorang itu adalah pedagang dan bukan pedagang;
3. Apabila terjadi bahwa didalam suatu perjanjian tidaklah
buat kedua pihak merupakan suatu perbuatan dagang, misalnya seorang partikelir
(swasta) membeli sebuah sepeda dari seorang pedagang sepeda.
Garis besar kesulitan inilah yang membuat pihak penguasa
peraturan untuk sebanyak mungkin melenyapkan perbedaan hukum antara golongan
pedagang dan dalam arti yang disebutka dalam KUHD dengan golongan-golongan
lainnya.
Demikianlah, di Netherlands dalam tahun 1934 terjadi perubahan
dalam hukum dagang yang dilakukan dengan Wet tanggal 2 Juli 1934 (Stb. 1934 No.
347). Dengan undang-undang inilah (yang mulai berlaku 1 Januari 1935)
dilenyapkan pengertian-pengertian menurut KUHD tentang Pedagang, perbuatan dan
perikatan dagang yang sebelum berlakunya Wet tersebut merupakan hukum pedagang.
Melalui Wet 2 Juli 1934 tersebut, dihapuskan seluruh Bab I dari
Kitab I KUHD dan sebagai gantinya dimasukkan istilah perusahaan dan perbuatan
perusahaan. Akan tetapi dalam undang-undang ini tidak dimasukkan penjelasan
resmi tentang istilah perusahaan dan perbuatan perusahaan, sehingga hal
tersebut harus diserahkan ke dunia keilmuan dan yurisprudensi.
Perubahan yang terjadi di Netherlands dalam tahun 1934 itu
berdasarkan asas konkordansi (vide pasal 75 R.R.) di Indonesia diadakan pula
perubahan dengan Stb. 1938 No. 276 yang mulai berlaku pada tanggal 17 Juli
1938.
Perlu ditambahkan bahwa sebelum berlakunya Stb. 1934/347 di
Netherlands dan Stb. 1938/276 di Indonesia, KUHD telah pernah mengalami
perubahan sebelumnya dalam Bab II Kitab I KUHD mengenai Pasal 6 tentang
Pembukaan. Perubahan dalam pasal 6 KUHD ini dilakukan dengan Stb. 1927 No. 146
pada 9 Juni 1927.
Singkatnya, perubahan ketentuan mengenai hukum dagang di
Netherlands pada masa itu berdasarkan asas konkordansi membawa perubahan pula
bagi hukum dagang di Indonesia.
Itulah sekilas mengenai hukum dagang di Indonesia. Artikel
mengenai hukum dagang di Indonesia ini disadur dari buku yang berjudul
Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia yang ditulis oleh Prof. Drs. C.S.T. Kansil,
SH dan Christine S.T. Kansil, SH.MH., yang diterbitkan oleh Sinar Grafika,
Jakarta, tahun 2010.
Demikianlah artikel mengenai hukum dagang di Indonesia ini
dibuat. Semoga materi mengenai hukum dagang di Indonesia ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Komentar
:
Seharusnya Indonesia
tidak perlu mengikuti perubahan peraturan Hukum dagang yang berada di Netherlands,
Belanda. Kita dapat membuat sendiri Peraturan Hukum Dagang Negeri kita dengan
seksama, dan penuh tanggung jawab, Jangan hanya menjadi pengikut Negara lain,
Jadikanlah negeri kita ini jadi panutan untuk Negara lainnya.